Lima tahun menjalankan amanah sebagai Walikota Banjarmasin, ia berhasil mengubah kota terkotor menjadi lima kota terbersih di Indonesia. Bagaimana kiatnya?
Seribu masjid dan seribu sungai patut disematkan untuk Kota Banjarmasin. Tak heran, jika masjid dan dan bentangan sungai banyak ditemukan di setiap jalanan di kota yang ada di Kalimantan Selatan ini.
Banyaknya masjid dan surau menjadi bukti bahwa kota ini dihuni oleh masyarakat yang agamis. Tak berlebihan, jika sosok Achmad Yudhi Wahyuni menerapkan cara agamis untuk mengubah perwajahan Kota Banjarmasin ketika menjabat sebagai Walikota periode 2005-2010.
Meski tak terpilih lagi menjadi walikota tahun ini, buah karya kepemimpinan Yudhi nampak jelas terpancar dari tata kota saat ini. Terutama dari kota kotor menjadi salah satu kota bersih di Indonesia. Dalam memimpin, Yudhi menerapkan ajaran Islam yang mengajarkan tentang kebersihan, bahkan menjaga kebersihan bagian dari wujud iman seseorang, karena itu kebersihan menjadi prioritas pemerintahan yang ia nahkodai saat itu.
"Apa mau kota kita selalu memperoleh predikat kota terkotor, yang implikasinya sangat berat bagi Pemko Banjarmasin dan masyarakat, makanya kota ini harus dikelola kebersihannya agar keluar dari kota terkotor," katanya saat ditemui ketika masih menjabat walikota.
Gerakan kebersihan yang dilakukan pemerintah kota pun gencar dilakukan, mulai dari gerakan pertamanan, penghijauan, dan pembangunan ruang terbuka hijau, agar kota ini selain bersih juga hijau dan asri hingga nyaman bagi siapapun berada di kota ini.
"Berkat gerakan bersih-bersih tersebut akhirnya Banjarmasin keluar sebagai kota terkotor, bahkan sudah berada pada peringkat lima besar kota besar di tanah air dalam hal kebersihan, artinya itu sudah membuahkan hasil," yakinnya putra dari pasangan H Usman Said (alm) dan Hj Ainah Asnawi (alm) ini.
Selain itu, imbuh Yudhi, kebersihan sebenarnya pangkal dari segalanya, bahkan agama menyatakan kebersihan bagian dari keimanan. "Bila semua bersih mudah-mudahan hati kita juga bersih, dengan hati bersih, tidak mungkin kita berburuk sangka sama orang, tak mungkin iri, atau berbuat yang kurang baik lainnya, bila hati kita ini semua bersih diharapkan tidak ada yang bekerja tidak benar, tidak ada korupsi dan tindakan merugikan lainnya," tambah suami dari Hj Emmy Mariani Tadjuddin.
Menjadi Khotib dan Imam Shalat Jumat
Safari Jumat telah menjadi agenda pria kelahiran Banjarmasin 5 Oktober 1955 ketika menjadi Walikota Banjarmasin. Kegiatan ini selain untuk ajang silaturahmi, juga menjadi media komunikasi program Pemko ke masyarakat. Ternyata, langkah ini cukup efektif dalam menjalankan program pemerintahan saat itu.
Safari Jumat ia lakukan di masjid-masjid yang berbeda, baik itu di pinggiran maupun di pertengahan kota. Saat bersilaturahmi ke masjid-masjid, ia selalu bergantian antara menjadi khotib Jum’at atau imam shalat. Kebetulan, kefasihan bacaan al-Qur’an Yudhi cukup baik dan merdu.
Sebagai seorang yang pernah nyantri di Pondok Modern Gontor, Yudhi tak canggung untuk menjadi khotib maupun imam shalat Jumat. ”Alhamdulillah bekal dari mondok cukup bermanfaat saat di masyarakat,” kata bapak dari tiga anak, HM Abrory Mas’udi, Hj Era Hizriyaty Adha dan HM Riadhi Ihsan.
Ketika safari Jumat, biasanya Yudhi mengajak dinas terkait dan aparat Pemkot untuk mengetahui lebih jauh kondisi di sekitar masjid yang dikunjunginya. Biasanya, selain memberikan pengarahan dan sosialisasi, Yudhi menyumbangkan dana untuk pengembangan dan kemakmuran masjid yang ada.
Selain safari Jumat, Yudhi juga memiliki program safari ke surau-surau atau langgar yang berbeda pada saat shalat Maghrib dan Isya. Kedatangannya ke surau-surau ini insidentil dan tidak terprogram dalam agenda, sebagaimana safari Jum’at. Yudhi berkeyakinan, berkumpulnya antara umara, ulama dan masyarakat akan memberikan kemudahan dalam menjalankan roda kepemimpinannya yang ia emban sejak 12 Agustus 2005 lalu.
Banyaknya program yang menjadi tugas Yudhi, tak mungkin jika ia lakukan sendiri. Peran serta masyarakat dan para pegawai Pemko harus terus bersinergi. Selain itu, Yudhi sebagai Muslim tak menafikan adanya peran serta Allah dalam setiap kegiatannya. Karenanya, ia terus berusaha mendekatkan diri kepada Sang Khalik dengan cara membaca al-Qur’an setiap hari satu juz. Program ini ia namakan one day one juz.
“Saya sudah terbiasa membaca al-Qur’an, ketika mendapat amanah ini, saya jadikan program untuk diri saya agar Allah memberikan kemudahan dalam mengemban amanah ini,” tuturnya.
Tak ringan amanah yang ia emban, pasalnya segudang permasalahan sudah menghadang di awal pemerintaannya. Mulai dari masalah kesemrawutan kota, keamanan kota, suasana kota yang gersang, pembangunan infrastruktur, pembenahan pasar, penertiban kaki lima, dan lain sebagainya.
Satu persatu, Yudhi bersama masyarakat membangun Kota Banjarmasin menjadi kota yang indah dan aman. “Kota ini sekarang menjadi salah satu dari lima kota di Indonesia yang tergolong bersih, ini berbeda dengan lima tahun lalu yang dikenal dengan kota kotor,” tegasnya.
Berkat one day one juz, safari Jumat dan safari Maghrib dan Isya’, Yudhi merasakan banyak manfaatnya. Selain bisa semakin menjalin hubungan silaturahmi dengan warganya, program ini mendapat dukungan dari warganya. “Luar biasa manfaatnya, ketika kita menghadapai persoalan rumit, kita menjadi dimudahkan dan disehatkan, semua ini berkah al-Qur’an dan silaturahmi,” katanya.
Selain berkunjung langsung ke masyarakat, ketika Yudhi menjabat walikota, setiap hari membuka pintu kantornya untuk warga yang ingin menghadap kepadanya. Tak heran, jika kantornya selalu nampak para tamu yang antri menunggu giliran menghadap kepada sang walikota. “Kalau tidak keluar kota, saya berusaha untuk selalu hadir di kantor,” katanya.
Selama menjalankan roda kepemimpinan di Banjarmasin, Yudhi berusaha untuk menyatukan antara umara, ulama dan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang ada. Kebersamaan ini yang menjadikan kota ini lebih baik di banding sebelumnya.
Selain itu, Yudhi juga mengembangkan majelis taklim, dzikir dan shalawat. Sehingga tak ada lagi anak-anak yang hanya nongkrong membuang waktu sia-sia. “Kalau ada tempat yang rawan, saya menyuruh untuk membuka majelis taklim. Alhamdulillah, akhirnya berlahan-lahan kota ini berubah,” tuturnya.
Posisinya sebagai orang nomor satu di Kota Banjarmasin saat itu, ia mencoba untuk menjadi penengah atau perekat umat, antara organisasi besar seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Sebelumnya, dua organisasi ini cukup renggang, namun setelah ia menjabat kedunya bisa saling mengisi dalam acara-acara keagamaan.
“Saya bisa masuk semuanya, dan saya bisa menjadi jembatan dalam gesekan itu. Alhamdulillah sekarang sudah cair, dulu orang NU gak mau Jum’atan di masjid Muhammadiyah atau sebalikmya tapi sekarang sudah tidak lagi,” katanya.
Hasil dari kerja keras ini ternyata juga berdampak pada pemberian penghargaan kepada sosok Yudhi. Berbagai penghargaan datang, mulai dari instansi swasta hingga pemerintah pusat.Sepenggal Kisah Dari Pesantren
1. Satya Lencana Akutila oleh Jaksa Agung
2. Penghargaan Tertinggi Bidang Pendidikan Wajib Belajar 9 tahun oleh Presiden RI
3. Best Effort Adipura oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup
4. Bakti Koperasi dan UKM oleh Menteri Koperasi dan UKM
5. Penganugerahan Tingkat Nasional Peduli Perkembangan dan Kemajuan Gerakan TP/ TK Al-Qur’an
6. Penerbitan Perda Akte Kelahiran Bebas Bea dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
7. Citra Pelayanan Prima oleh Gubernur Kalimantan Selatan
8. Satya Lencana Wira Karya oleh Menteri Sekretaris Negara
9. Piagam Manggal Bakti Karya Kesos tingkat Nasional
Waktu itu, tahun 1969 setamat dari SMP Negeri Banjarmasin, ia melanjutkan belajar ke pulau Jawa, tepatnya di Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Bukan tanpa alasan ia memilih Gontor, sebagai seorang yang memiliki darah keturunan Syekh Arsyad Albanjari, ia ingin menjadi Muslim yang memiliki pengetahuan Islam secara luas.
Keinginannya belajar agama Islam di pesantren ternyata tak sesuai dengan yang diharapkan. Setelah dua tahun berjalan, Yudhi menderita penyakit sehingga ia harus pulang ke kampung halaman untuk beristirahat. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk melanjutkan di SMA Muhammadiyah masuk kelas dua.
Yudhi mengakui, selama dua tahun di pesantren, ia banyak menimba pengalaman dari para seniornya. Ia merasa mendapatkan modal untuk menghadapi kehidupan dijaman modern. “Motivasi saya ingin menapaki kehidupan lebih baik lagi, sehingga ada perisai dengan ilmu agama pada diri saya. Sebab berbahaya buat kehidupan selanjutnya, jika tidak ada agama,” paparnya.
Ketika di pesantren, ia tergolong anak yang biasa-biasa saja. Ia juga begitu tidak menyukai pelajaran pidato yang mengharuskan dirinya berbicara di depan audien atau teman-temannya. Ternyata, apa yang menjadi momok menakutkan selama di pesantren, justru ia butuhkan ketika menjabat sebagai Walikota Banjarmasin. Mau tak mau, ia harus mampu berkomunikasi verbal di depan masyarakat. “Bekal
yang dulu ada, akhirnya saya harus pelajari lagi,” kenangnya.
Selama menjadi santri, wejangan kiai yang masih membekas dalam hatinya adalah ungkapan Kiai Sahal, “Kamu boleh di mana saja tapi jangan lupa belajar dan mengajar mengaji di mana pun berada.”
Wejangan inilah yang kemudian dilakukan Yudhi untuk menjadikan harinya minimal membaca al-Qur’an satu juz. Ternyata, dengan banyak membaca al-Qur’an dampaknya luar biasa. Utamanya, Allah memberikan kemudahan pada dirinya saat menjalankan amanah sebagai walikota.
Penghargaan Ketika Menjadi Walikota
Bagi Yudhi, sesulit apapun program pemerintahan yang ia hadapi, ia selalu menghadapinya dengan pendekatan agamis. Maklum, sebagian besar penduduk Kota Banjarmasin beragama Islam. Baginya, pendekatan agamis cukup efektif untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Berkat kinerjanya selama lima tahun terkahir ini, apa yang dilakukan oleh Yudhi mulai menampakkan hasilnya, di antaranya adalah pembangunan fisik sudah mulai tampak dari usaha mewujudkan pembangunan rumah susun sewa, pembangunan tugu Km 6, pelayanan air bersih yang sudah mencapai 95 persen, pengelolaan air limbah sebagai wujud kebersihan lingkungan, perbaikan jalan lingkungan, usaha menata sungai dengan membangun siring, sampai menata pedagang kaki lima, menata parkir, sampai Banjarmasin masuk 8 besar kota terbersih dari korupsi.
0 comments:
Post a Comment
Terimakasih untuk kesediaannya bertandang dan sekedar mencoretkan beberapa jejak makna di blog ini. Sekali lagi terimakasih. Mohon maaf jika kami belum bisa melakukan yang sebaliknya pada saudara-saudari semua.